Friday 4 March 2011

Menulis Tentang Kehidupan

Berbicara tentang kehidupan seperti melihat langit yang tak pernah kita ketahui di mana dan seperti apa ujungnya. Berbicara tentang kehidupan sebenarnya adalah membicarakan tentang diri kita sendiri, tentang kepribadian, tentang sifat, dan tentang tujuan kita di dunia ini.
Karena itu, saya ingin menceritakan sedikit tentang apa yang telah terjadi pada diri saya selama 19 tahun ini. Sejak saya masih baru keluar dari perut ibu saya hingga saat ini, detik ini. 
Selama itu pula sangat banyak sekali yang saya dapatkan dari kehidupan saya. Dan itu memang seharusnya. Mulai dari pengalaman, pengetahuan, pelajaran, hingga pencitraan baik-buruk dari orang-orang yang saya temui selama ini.
Dulu, sebelum saya menjadi mahasiswa, saya tak pernah mau berpikir ribet untuk apa yang saya alami dalam kehidupan saya. Saya hanya berpikir yang penting saya bisa mendapatkan yang saya inginkan. Tak peduli itu merugikan orang lain termasuk orang tua dan saudara. Bahkan, saya tak pernah berpikir bagaimana perasaan seseorang yang pernah saya sakiti agar saya puas dan mendapatkan yang saya mau. 
Mungkin kata ‘Egois’ sudah sepantasnya disandangkan dibelakang nama saya. Itu karena sifat saya yang semaunya dan tak pernah mau peduli dengan orang lain. 
Tapi akhir-akhir ini, setelah ada beberapa kejadian yang menimpa saya, termasuk tentang masalah keuangan dan asamara. Saya mulai berpikir untuk berubah. Untuk memperbaiki kepribadian saya. Saya seharusnya sudah berpikir dewasa tidak seperti ABG atau bahkan anak kecil karena saya saat ini sudah menginjak umur 19 tahun. Usia di mana seseorang harus memikirkan kehidupan dan masa depan yang lebih panjang. Tidak hanya untuk main-main dan bersenang-senang saja.
Selain dari pada itu, dalam kehidupan kita dituntut untuk memilih dan mengambil keputusan yang kemudian keberanian untuk menghadapi resiko yang diakibatkan oleh pilihan atau keputusan kita. Karena hidup adalah sebuah pilihan. Itu yang menjadi pelajaran pertama yang saya hadapi saat saya menjadi mahasiswa, saat saya menginjakkan kaki di kota Surabaya dan memulai kehidupan. Saya dituntut untuk berani menghadapi semuanya sendirian tanpa orang terdekat atau keluarga yang akan membantu. Karena mereka takkan bisa. Ini kehidupan saya. Ini resiko saya dan mereka takkan bisa mengambil alih untuk membantu saya.
Dan dari semua yang selama ini saya alami dalam kehidupan ini satu yang saya tau pasti, Allah takkan pernah meninggalkan saya sendrian menghadapi ini, Allah akan selalu membantu karena tidak mungkin Allah memberikan suatu apapun kepada hambaNya kecuali ia mampu.
Lalu, di akhir dari perjalanan ini kita akan menemui sebuah keadaan yang cukup banyak orang takutkan, yaitu kematian. Saya jadi berpikir, kenapa banyak orang takut mati? Bukannkah mati memang sudah jadi kodrat seorang manusia? Sudah hal pasti yang akan kita hadapi? Kalau boleh jujur saya pun terkadang juga merasa takut, tapi saat itu pula saya buang rasa takut itu. Karena saya sadar saya tidak mungkin bisa menghindar dari kematian. Tentang kematian, saya teringat kata-kata Soe Hok-gie, “Yang paling beruntung di dunia ini ada dua. Yang tak pernah dilahirkan dan yang mati muda. Berbagialah mereka yang mati muda”. Memang benar, orang yang mati muda tidak banyak melakukan dosa, menimbulkan masalah dan merusak alam. Apalagi yang tidak dilahirkan pasti tidak akan punya kesempatan untuk itu.
Dan seiring berakhirnya tulisan ini, mudah-mudahan Allah menuntun saya ke jalan yang lebih baik dan lebih benar dari sekarang ini. Amien.
Juga terima kasih banyak untuk keluarga dan teman-teman saya karena dengan melalui mereka saya mendapatkan banyak pelajaran tentang kehidupan. Terlebih untuk dua orang yang saat ini tengah menghiasi mimpi saya, IWF dan YZ, terima kasih karena kalian sudah meluangkan waktunya untuk menjadi orang terdekatku. 


0 comments: