Wednesday 30 April 2014

Avalokitesvara, Rekam Jejak Agama Budha di Madura


Tak banyak yang tau jika di Madura terdapat sebuah Vihara yang umurnya lebih dari tiga abad. Vihara Avalokitesvara namanya. Tempat ibadah agama Budha terbesar yang ada di pulau garam tesebut.
Masyarakat mengenal Madura dengan pemeluk agama Islam yang fanatik. Tak jarang orang luar Madura datang ke pulau yang terkenal dengan karapan sapinya itu untuk belajar tentang ilmu agama Islam. Namun, tak semua orang tahu, jauh sebelum Islam masuk di Madura, agama Budha sudah terlebih dahulu menginjakkan kakinya di pulau itu.
Ya, Vihara Avalokitesvara menjadi saksi sejarah agama Budha di Madura. Vihara yang memiliki nama lain Klenteng Kwan Im Kiong ini terletak di Dusun Candi, Desa Polagan, Kecamatan Galis, Kabupaten Pamekasan. Sekitar 14 kilometer di sebelah timur Kota Pamekasan.
Seperti yang diceritakan Kosala Mahinda, ketua pengurus Yayasan Candi Bodhi Dharma, Vihara yang dikelola Yayasannya ini telah dibangun sejak abad ke-14 masehi. Kala itu, kerajaan Jamburingin, kerajaan Buddhist di daerah Proppo Pamekasan, berniat mendirikan candi yang akan dibangun di pusat kerajaan.
Karena kerajaan Jamburingin merupakan kerajaan kecil di bawah kekuasaan Majapahit, Majapahit pun membantu pembangunan candi tersebut dengan mengirim arca-arca yang melalui pelabuhan Talang. Dari pelabuhan Talang, arca-arca tersebut diangkut dengan kereta kuda. Akan tetapi, pengiriman arca-arca tersebut gagal karena kereta kuda tidak mampu menahan bebannnya. Akhirnya, arca-arca itu terlantar di tepi pantai hingga tertimbun tanah.
Sekitar abad ke-17 Masehi, seorang petani bernama Pak Burung tanpa sengaja menemukan arca-arca tersebut saat mencangkul ladangnya di sekitar Pantai Talang. Kebetulan, tak jauh dari ladang itu bermukim beberapa keluarga keturunan China yang kemudian membeli ladang yang terdapat arca-arca tersebut. Setelah dibersihkan, ternyata arca-arca tersebut adalah arca-arca Buddha versi Majapahit aliran Mahayana yang banyak penganutnya di negeri China.
Salah satu arca yang ditemukan, adalah arca Avalokitesvara Bodhisatva atau Kwan Im Posat. Dewi Welas Asih yang selalu bersifat penolong dan pengayom. Arca tersebut berukuran tinggi 155 cm, tebal tengah 36 cm dan tebal bawah 59 cm. Arca lainnya, Amogasidha, Kencono Wungu, dan Ratna Sambhava (Sam Po Hud), semuanya terbuat dari batu hitam (andesit) yang saat ini telah diwarnai kuning keemasan.
Tempat ditemukannya arca-arca itu pun diberi nama Dusun Candi. Lalu, di dusun itu pula dibangunlah bangunan sederhana untuk menampung arca-arca tersebut. Bangunan sederhana inilah yang kemudian diberi nama Vihara Avalokitesvara (Kwan Im Kiong). Seiring perkembangan zaman, bangunan ini pun terus direnovasi dan diperbaharui hingga menjadi bangunan megah dengan arsitektur china yang menjadi corak utamanya.


Tempat Ibadah dan Wisata
Sebagai vihara terbesar di Pulau Madura, Vihara Avalokitesvara memiliki fasilitas peribadatan agama Budha cukup lengkap. Antaranya, lain, altar Thian Kong berada di depan setelah pintu masuk halaman, lalu altar Kwan Im Thang yang berada di bangunan tengah, dan altar Avalokitesvara (Kwan Im Posat), altar utama yang merupakan peninggalan Kerajaan Majapahit.
Selain altar-altar, dalam kompleks Vihara Avalokitesvara juga terdapat beberapa bangunan yang juga menjadi tempat beribadah para umat Budha. Antaranya, Li Thang dipakai untuk altar pemujaan terhadap Nabi Kong Hu Cu dan Nabi Lao Cu, Tian Cin (Gedung Agung) digunakan untuk altar pemujaan Kwan Kong Jai Shen Ya dan Hok Tek Cin Sin (Dewa), dan Dhamma Sala berbentuk bangunan mirip candi berwarna hitam yang digunakan sebagai altar Sakya Munni Buddha Gautama. Serta tempat tinggal para Bhikku yang dinamakan Kuti.
Arsitektur china yang mendominasi setiap sudut bangunan vihara ini dilengkapi dengan adanya dua pagoda yang menjulang tinggi mengapit pintu masuk ke altar. Kedua pagoda yang didominasi warna merah menambah kemegahan vihara ini dengan ketujuh susunan ruas (lantai) ke atasnya.
Lebih dari itu, Vihara Avalokitesvara tidak hanya memiliki keindahan dan kemegahan pada bangunannya saja. Pesona alam yang indah di sekitarnya menambah nilainya untuk menjadi tempat ibadah sekaligus wisata. Ya, letaknya yang berdekatan dengan pantai Talangsiring memberikan nilai plus. Terlebih lagi, sebelum memasuki kompleks Vihara, para pengunjung disuguhi hutan mangrove yang mampu meneduhkan pandangan.
Tak heran, banyak para pengunjung yang datang ke vihara ini yang juga menyempatkan diri berwisata ke pantai Talangsiring. Sebaliknya, tak sedikit pula para wisatawan yang datang ke pantai Talangsiring, berkunjung ke Vihara Avalokitesvara.
“Yang datang ke sini tidak hanya orang Budha saja. Tapi ada juga orang Islam. Biasanya kalau bukan orang Budha tujuannya wisata saja. Foto-foto atau sekedar ingin tahu sejarah vihara ini,” jelas Kosala Mahinda.
Biasanya, pengunjung akan ramai datang ke vihara ini pada hari libur. Seperti akhir pekan atau hari libur nasional. Bahkan, vihara Avlokitesvara akan lebih ramai saat liburan Idul Fitri yang merupakan hari raya bagi umat Islam. Tak jarang wisatawan yang tujuan utamanya ke pantai Talangsiring juga menyempatkan diri datang ke Vihara dalam rangka berwisata. 


Akomodir Dua Agama, Dapatkan Dua Rekor MURI
Pada umumnya, dalam kompleks bangunan vihara hanya ada tempat beribadah untuk umat Budha saja. Namun, vihara Avalokitesvara tidak begitu. Dalam kompleks vihara ini terdapat tempat ibadah agama lain selain budha, yaitu Musholla bagi umat Islam dan Pura bagi umat Hindu.
Menurut Kosala Mahinda, ketua pengurus Yayasan Candi Bodhi Dharma, pengelola Vihara Avalokitesvara, musholla ini memang sudah ada sejak zaman dulu. “Karena di madura di setiap rumah keluarga Madura pada zaman dahulu umumnya terdapat langgar (musholla),” terangnya.
Lebih lanjut, Kosala menambahkan, keberadaan dua tempat ibadah dari agama lain ini merupakan salah satu bentuk ekspresi pengelola vihara Avalokitesvara dalam menjalankan pesan Bhinneka Tunggal Ika yang tertuang dalam dasar Negara Indonesia, Pancasila. Karena bagi Kosala Mahinda, keberagaman dan kemajemukan masyarakat Indonesia merupakan sebuah keindahan yang perlu dijaga kerukunan dan kelestariannya.
Terlebih lagi, yang datang untuk mengunjungi vihara Avalokitesvara tidak melulu umat Budha saja. Melainkan banyak dari agama lain seperti Islam dan Hindu, yang tujuan kedatangannya untuk wisata dan mengetahui sejarah vihara Avlokitesvara.
Lantaran keunikan inilah Vihara Avalokitesvara mendapatkan penghargaan dari MURI (Museum Rekor Dunia Indonesia) pada 8 Agustus 2009 sebagai vihara terunik. Karena di dalamnya terdapat temat ibadah agama lain, yaitu musholla (Islam) dan pura (Hindu).
Tidak hanya satu rekor MURI saja yang dipecahkan Vihara Avalokitesvara. Pada waktu yang bersamaan vihara ini juga mendapatkan penghargaan rekor MURI yang lain sebagai pemrakarsa dan pelaksana pagelaran wayang kulit dengan pemain pendukung berasal dari 10 negara.

Tulisan ini dimuat di Majalah DERAP DESA, Edisi 79 Mei 2014


0 comments: