Wednesday 28 April 2010

PENDIDKAN KORUPSI

Beberapa bulan terakhir ini, berita tentang kourupsi semakin menjadi berita yang—sepertinya—menjadi berita wajib diterbitkan, baik itu di media cetak maupun audio visual. Seperti rumput-rumput liar di taman, keberadaan mereka, para koruptor, semakin hari semakin bertambah dan bertambah. Membuat Negara kita tercinta ini menjadi semakin terpuruk dan terluka. Ditambah lagi kasus ‘perdagangan hukum’ yang beberapa waktu terakhir ini menjadi tema perbincangan yang sangat menarik.
Terlepas dari pada itu, keadaan pendidikan Negara kita pun juga sangat memperihatinkan. Tidak hanya masalah banyaknya jumlah anak yang tidak mampu mengenyam pendidikan. Tapi juga tingkat kejujuran para praktisi pendidikan dalam melaksanakan UN. Seperti yang telah dilansir Mendiknas beberapa waktu lalu yang ternyata kejujuran mereka rata-rata masih di bawah 50%, termasuk juga Ibu Kota Negara, Jakarta. Hanya satu kota yang melebihi 50%, yaitu DIY Yogyakarta. Sungguh saya ingin menangis mengingatnya. Betapa tidak, bila hal itu terbukti kebenarannya berarti hampir keseluruhan dari siswa lulusan dari SLTP dan SLTA sebenarnya tidak lulus. Karena hasil ujian yang mereka peroleh merupakan suatu kebohongan belaka yang dilakukan oleh praktisi pendidikan.
Kaitannya dengan korupsi, jika di sekolah atau lembaga pendidikan lain para guru sudah mulai mempraktekkan kasus korupsi, bukan tidak mungkin di kemudian hari murid-murid atau para siswa sekolah juga akan akan melakukan hal yang sama di kemudian hari. Seperti yang telah kita ketahui dari pelajaran akhlak atau tatakrama—terlebih dalam istilah Islam—sebuah ungkapan “Jika gurunya kencing berdiri muridnya akan kencing berlari”.
Dari ungkapan tersebut dapat kita simpulkan bahwa jika seorang guru melakukan korupsi sebesar 1 juta rupiah, bisa saja muridnya di kemudian hari melakukan korupsi sebesar 1 milyar rupiah. Jika hal itu benar-benar terjadi pastinya Negara kita tercinta ini akan semakin terpuruk. Tidak hanya sekolah saja yang mempengaruhi hal tersebut, lingkungan keluarga pun cukup berpengaruh. Memang orang tua tidak akan pernah merasa mengajarkan hal seperti itu, tapi sikap, cara bicara dan cara berpikir orang tua mudah dipelajari oleh anak dan akan menjadi warisan. Karena seorang anak—terlebih mereka yang masih dalam masa pertumbuhan—akan lebih cenderung meniru tingkah laku orang tuanya. Jika orang tuanya bertingkah laku tidak baik, maka anaknya juga melakukan hal yang sama, dan seperti itu sebaliknya.
Jadi, jika saat ini para orang tua dan guru berani melakukan korupsi atau penyuapan, dan di suatu hari hal itu ditiru anak, maka jangan marah. Karena mereka hanya meniru tingkah laku para guru dan orang tua saja. Seperti juga Negara kita, jika saat ini Negara kita dipenuhi dengan kasus korupsi, maka kita perlu mengkoreksi kembali seperti apa tingkah laku para pendahulu kita, apa mereka juga melakukan hal yang sama.
Dididik untuk Korupsi
Seperti yang telah ditulis di atas bahwa seorang anak mempunyai kecenderungan dan sangat mudah untuk meniru tingkah laku orang tuanya. Nah, ketika seorang anak sudah meniru dan merasakan sebuah kesenangan dengan meniru itu, pastinya si anak pun akan terus ingin melakukannya dan bisa saja menjadi hobi. Selanjutnya, ketika korupsi menjadi suatu kesenangan atau hobi maka secara tidak langsung seorang anak yang telah mengaplikasikan perbuatan orang tuanya tersebut tidak akan menghiraukan hukum. Dia akan terus melakukannya untuk kesenangan dirinya. Yang selanjutya menjadi koruptor cilik.
Dan jika itu benar-benar terjadi, sepantasnya pula sebuah hukum yang selama ini ingin ditegakkan sulit untuk bergerak. Karena koruptor cilik itu akan terus berulah, tidak memperdulikan hukum yang akan menjeratnya. Jika hukum itu ‘berani’ menjeratnya, maka ia pun tidak segan untuk membeli hukum agar tidak bisa menyentuh apalagi menjeratnya atau bahkan akan ‘membunuh’ hukum itu sendiri.
Dari ini kemudian bisa kita simpulkan bahwa sebenarnya para koruptor yang telah merajalela di Negara kita tercinta ini merupakan hasil didikan para penduhulu mereka. Hal itu akan terus berlaku dan bejalan jika tidak ada yang mampu mencegahnya. Salah satu pencegah pendidikan korupsi adalah dengan adanya sebuah pendidikan moral yang ditanamkan sejak diri oleh para orang tua. Karena orang tualah yang selalu ada di samping anak, tetapi tidak hanya di lingkungan keluarga saja, lingkungan sekolah pun sangat perlu diapliasikan pendidikan moral. Karena apabila seseorang yang pintar belum tentu mempunyai moral yang bagus atau aklaqul karimah yang kemudian mampu menggunakan kepintarannya itu kebaikan. Hal itu sudah terbukti terhadap para pejabat Negara yang hanya pintar otak namun tidak pintar hati atau bermoral tinggi.


0 comments: