Saturday 18 May 2013

DAVID BECKHAM, SEORANG ARTIS DAN MODEL DI TENGAH LAPANGAN HIJAU


Mungkin belum terlambat jika saya menulis tentang David Beckham yang memutuskan tidak akan lagi bermain bola sejak musim depan. Ya, keinginan saya untuk menulis tentang dia muncul saat saya membaca berita tentang keputusan pensiunnnya di musim depan. Jujur saja, berita ini membuat saya terkejut dan setengah tidak percaya jika mulai musim depan dia tidak akan lagi muncul sebagai atlet lapangan hijau. Alasannya? Silahkan baca tulisan ini. Yang saya tulis di sini mungkin pernah ada baca di tulisan lain, tapi yang jelas inilah yang saya ketahui tentang pria asal negeri Ratu Elizabeth itu.

Saya mengenal David Beckham dulu saat saya masih duduk di bangku SD. Saat itu—jika tidak salah—masih bernuansa Piala Dunia 1998 yang diselenggarakan di Prancis. Saya tahun nama Beckham pertama kali dari kaos bola yang dibelikan orang tua saya, kaos tersebut adalah kostum away Manchester United musim 1998-1999, yang tanpa sengaja kaos tersebut bernomor punggung ‘7’ yang merupakan nomor milik Beckham yang saat itu masih berkostum ‘Setan Merah’. Tapi saat itu saya sama sekali tidak tahu siapa Beckham sebenarnya, bahkan sama wajahnya pun saya belum pernah melihat meski dari layar kaca. Yang saya tahu tentang dia bahwa dia seorang pemain bola, tidak lebih. Saya tidak tahu dia orang mana, dia bermain di klub apa meskipun dengan jelas waktu itu saya memiliki kaos MU bertuliskan Beckham. Maklumlah, selain memang saat itu saya masih terlalu kecil untuk paham tentang sepak bola, dari keluarga saya tidak ada satupun yang gila bola.

Saya baru tahu kalau David Beckham adalah seorang pesepakbola asal Inggris pada Piala Dunia 2002 saat secara kebetulan saya membaca informasinya tentang Inggris yang menang 1-0 atas Argentina lewat eksekusi Beckham dari titik putih dari sebuah majalah bola di kamar salah satu sepupu lelaki saya. Itu pertama kali saya tahu wajah Beckham. Namun, meskipun begitu saat itu saya masih belum mengerti betul tentang sepak bola padahal saat itu secara kebetulan saya dan bapak saya nonton final Piala Dunia 2002.

Pada tahun 2003, saat saya memasuki bangku MTs dan mondok di Pondok Pesantren Annuqayah, saya mulai mengenal banyak tentang sepak, termasuk tentang Beckham, lewat game FIFA World Cup-nya EA Sport versi PC yang saat itu sangat booming di pondok saya. Mulai saat itu saya mulai menjadi salah satu fans sepak bola, dan setiap kali ada koran pasti yang dibaca pertama adalah halaman olahraga yang berisikan informasi tentang sepak bola dunia.

Sejak banyak membaca informasi tentang sepak bola itulah kemudian membuat saya banyak tahu tentang David Beckham, seorang pemain tengah MU kala itu yang memiliki eksekusi bola mati menakutkan di Liga Inggris. Karena kelebihan dan gayanya saat mengeksekusi bola mati itulah saya mulai mengidolakan Beckham, yang menurut saya cara dia mengeksekusi tendangan bebas atau sepak pojok cukup unik. Lalu mulailah sejak saat itu saya mengikuti banyak informasi tentang David Beckham.

Beckham di Mata Saya
Terlepas dari segala kontroversi yang ada pada dirinya, termasuk dengan mantan pelatihnya di MU Sir Alex Ferguson, di mata saya Beckham tetap seorang pemain hebat dengan eksekusi bola mati paling mematikan, dan seorang artis juga model dari lapangan hijau, terlebih lagi dia adalah pesepakbola pertama yang saya tahu namanya.

Dari semua yang saya baca tentang Beckham, ia seperti menunjukkan bahwa dirinya beda sendiri. Yang dilakukannya mirip-mirip dengan gaya selebriti papan atas—mungkin memang dia salah satu artis papan atas kelas duni yang artis Hollywood saja kalah dengannnya. Gaya kaum jet set. Makan siang di Roma, tapi makan malam di Paris—demikian bahasa sederhananya. Kalau tidak salah ingat, gaya seperti sudah nyaris dilakukannya sejak awal kariernya. Bukan rahasia apabila begitu namanya naik, Beckham langsung jadi kesayangan baru tabloid-tabloid Inggris, jadi bintang iklan berbagai brand, mengencani seorang pop star, hingga membeli mobil sport mahal. Apalagi dia adalah seorang sepak bola yang ‘berhasil’ meluluhkan seorang wanita cantik dan seksi mantan personel grup musik Spice Girls, Victoria Adams. Bahkan salah satu artis papan atas Hollywood, Tom Cruise pernah mengungkapkan bahwa dia sempat iri dengan gaya Beckham yang tidak kalah mewah dengan artis Hollywood.

Sampai hari ini, Beckham telah membuat jalan yang ditempuhnya menjadi cerita yang selalu enak dibahas. Entah bagaimana dia membuat nomor 7 jadi populer, atau membuat nomor 23 tidak kalah keren dari nomor 7. Entah bagaimana juga dia membuat bermain di Amerika Serikat, yang notabene bukan negara di mana sepakbola tidak jadi nomor satu, jadi terlihat sesuatu yang biasa. Beckham adalah hipster-nya sepakbola.
Hal tersebut mungkin sudah sepantasnya ia lakukan, karena memang dia sebagai pemain sepak bola dan merupakan anggota class of 92 dari akademi MU yang tersohor itu, ia memiliki segudang prestasi individu. Meskipun permainannya tidak sebagus pemain top saat ini seperti Messi, Cristiano Ronaldo, Oezil, Iniesta, atau gelandang muda lainnya, bagi saya permainan Beckham tetap menarik untuk dilihat. Terlebih dari dulu memang saya sangat suka dengan eksekusi bola matinya.

Hal yang paling mengejutkan terjadi pada awal tahun 2009, saat itu Beckham memutuskan bersedia dipinjamkan ke AC Milan oleh klubnya LA Galaxy. Padahal saat itu Milan tidak lagi menjadi klub menakutkan di Italia dan Eropa. Namun, dengan tegas Beckham tetap bergabung dengan Milan karena menurutnya Milan merupakan klub yang memiliki sejarah sepak bola yang panjang. Ia pun membuktikan bahwa keputusannya main di Milan tidak salah, ia memberikan konstribusi cukup signifikan bagi Milan, meskipun Milan di akhir musim 2008/2009 hanya finis di posisi ketiga. Karena itu Beckham mendapatkan banyak pujian dari banyak kalangan di Milan termasuk pelatih Milan kala itu, Carlo Ancelotti. Beckham pun mengatakan bahwa ia tidak menutup kemungkinan akan kembali ke Milan di masa depan.

Hal itu kemudian benar-benar terbukti, Januari 2010 ia kembali ke Milan dengan lagi-lagi sebagai pemain pinjaman seperti sebelumnya. Inilah yang kemudian membuat saya semakin kagum dengan sosok Milan, bukan karena ia mau bermain di Milan (saya fans Fanatik Milan), tetapi karena saat itu ia lagi-lagi tampil cemerlang dengan usianya yang tidak lagi muda untuk ukuran pemain sepak bola. Bahkan pelatih Milan kala itu, Leonardo, begitu memuji kerja keras Beckham di lapangan bersama Milan. Namun di musim itu ia harus mengakhiri musim lebih cepat karena ia mengalami Achilles tendon setelah laga melawan Chievo pada Maret 2010 dan ia kemudian kehilangan kesempatan terakhir untuk bermain di Piala dunia 2010 bersama negaranya.

Januari kemarin ia kembali mengejutkan publik sepak bola dunia dengan bergabung dengan Paris Saint Germain (PSG) tanpa dibayar sepeser pun. Ia menyumbangkan semua gajinya untuk amal sosial di Paris, Perancis.

Di awal bergabungnya dengan PSG Beckham sempat menuai cemoohan dari beberapa kalangan karena dianggap hanya untuk mempopulerkan nama PSG saja. Namun nyatanya Beckham justru termotivasi dengan isu tersebut ia kemudian tampil cukup gemilang dengan mengantarkan PSG meraih titel Ligue 1 setelah 14 tahun. Bahkan saat PSG menjalani laga versus Barcelona leg Pertama Liga Champion di Nou Camp, Carlo Ancelotti lebih memilih memainkannya ketimbang Marco Veratti. Padahal Veratti yang jago melepas operan panjang itu bisa digunakan untuk menggebuk Barcelona, yang terkenal rawan menerima umpan-umpan silang.

Nyatanya, Beckham tampil tenang, tampil kalem, dan tampil penuh perhitungan. Dalam duel yang sepenting itu, dan dalam usianya yang sudah nyaris 38, dia masih bisa bertarung menghadapi gelandang-gelandang semodel Xavi Hernandez atau Andres Iniesta. Di babak pertama, dia sukses melepas 13 passing sukses dari 18 passing atau dengan tingkat akurasi mencapai 72%. Tidak buruk. Ancelotti menilainya tidak sensasional, tapi memuaskan.

Namun, sekarang bapak dari empat anak ini memutuskan untuk tidak lagi tampil sebagai pemain sepak bola. Ia menyatakan pensiun setelah mengatarkan PSG, klub terakhirnya, menjadi juara liga Prancis. Namun meskipun ia sudah tidak lagi ada di tengah lapangan hijau, ia akan sering muncul di berbagai media mengingat sosok Beckham sering dikaitkan dengan banyak brand international baik makanan, pakaian, otomotif dan lainnya. Terlebih lagi ia adalah seorang Artis dan Model dari Lapangan Hijau yang akan tetap memukau siapa pun yang melihatnya terutama kaum Hawa.

Thanks very much for everything, Becks!!


Wednesday 8 May 2013

CATATAN SEHABIS PUASA MENULIS YANG PANJANG

Entah kenapa beberapa hari terakhir aku tiba-tiba merindukan masa-masa saat aku berada di Annuqayah dulu. Mungkin karena dalam beberapa minggu terakhir aku menjalin hubungan yang cukup intens dengan beberapa teman di Annuqayah dan juga putra Annuqayah. Ah, entahlah, yang jelas kondisi ini membuatku ingin menulis catatan ini.

Seingatku terakhir aku nulis karena keinginan sendiri itu sekitar setahun yang lalu. Dan sejak saat itu aku tak lagi menulis untukku sendiri, meski menulis mungkin karena tuntutan tugas dari beberapa oraganisasi yang aku geluti dan juga tugas kuliah. Tapi sore ini aku benar-benar ingin nulis catatan ini. Catatan yang entah jadi apa akhirnya nanti. Yang jelas aku hanya ingin nulis karena aku sudah lama tak menuruti nafsu menulisku untuk diri sendiri meski skripsi yang sebenarnya jauh lebih penting sedang jongkok di pojok kamar kosku.

Keinginan ini muncul secara tiba-tiba saat aku iseng-iseng googling namaku sendiri lalu muncul namaku dan salah satu puisiku yang berjudul “Pejabat Matahari” diposting di sebuah blog. Puisi itu sebenarnya puisi yang aku tulis tahun 2007 silam (enam tahun lalu, lama juga ya.. hehehehe) yang kemudian puisi itu aku ikutkan di sebuah lomba tingkat nasional yang diadakan oleh Perhimpunan INTI (Indonesia Tionghoa) di tahun yang sama dan kebetulan puisi itu lolos jadi finalis dan masuk dalam antologi INTI. Sekedar informasi, juri pada lomba tersebut adalah artis indonesia Rieke Diah Pitaloka yang sekarang jadi polikus itu. Tak tau dia Rieke Diah Pitaloka? Googling dulu deh.

Saat baca puisiku di blog itu aku sejenak berpikir, kok bisa ya si pemilik blog tau puisiku ini. Apa mungkin dia ikut lomba itu juga, atau hanya kebetulan dia suka sama puisinya saat dia baca puisi itu di sebuah antologi. Ah, entahlah.

Habis baca blog itu isengku masih ada ternyata. Aku googling lagi namaku, ternyata ada sebuah tulisan yang di blog milik Edu, salah satu temanku dulu di pondok. Tulisan itu isinya tentang kehidupan Edu selama berada di Annuqayah termasuk saat dia jadi finalis lomba tingkat Jawa Timur dan Nasional bersamaku dulu. Entah kenapa saat aku baca tulisan itu rasa rindu dengan Annuqayah makin menjadi saja. Bahkan aku lebih rindu lagi saat-saat aku masih suka nulis puisi (sekarang bukan ga suka, tapi males.. hehehe..). dan saat itu pula aku merasa terharu karena secara tidak langsung aku menjadi salah satu bagian sejarah kehidupan orang hebat seperti Edu, dan dia masih mengingatku meski aku sudah sangat jarang komunikasi dengannya.

Membaca tulisan Edu tersebut membuatku ingat saat aku sama dia jadi finalis lomba cipta puisi tingkat Nasional yang diadakan oleh IPB, dan karena itu pula untuk pertama kalinya aku bisa menginjakkan kaki di Ibu Kota Indonesia, Jakarta, GRATIS pula. Sungguh tak terbayang kebahagiaanku saat itu.

Sekilas aku teringat kalo dulu sewaktu aku masih ada di Annuqayah aku cukup produktif nulis. Bahkan beberapa tulisanku pernah dimuat di beberapa media Nasional dan lokal seperti Majalah Sastra Horison, Majalah Kuntum Yogyakarta, Radar Madura, dan pernah jadi finalis lomba tingkat Nasional seperti lomba yang diadakan oleh IPB dan Teater Kedok SMAN 6 Surabaya. Sekarang aku kenapa aku tak seproduktif dulu ya.. padahal dulu aku di blog Annuqayah tulisanku bisa dibilang sering muncul. Mungkin karena akhir-akhir ini rasa malasku lebih besar dari nafsu menulisku.

Nah, akhirnya seperti yang aku bilang di awal tadi, tulisan ini benar-benar tidak jelas arah dan tujuannya. Yah, namanya juga catatan yang dibuat oleh seorang yang baru nulis (lagi). Tapi paling tidak tulisan mengingatkanku bahwa aku harus terus berproses, bahwa apa yang aku peroleh dulu belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan prestasi teman-temanku seperti Edu, Faruq, atau Guruku Ra Musthafa dan Ra Faizi. Dan sepertinya aku harus belajar lagi tentang menulis, ada yang mau mengajariku? Semoga ada..

Terakhir, terima kasih untuk yang sudah meluangkan waktu untuk membaca. Terima kasih juga buat teman-temanku seperti Faruq, Zuhir, Memed, Dayat, Akeng, Ilyas, dan lainnya yang tak bisa aku sebut di sini, yang sudah berbagi banyak hal kepadaku. Juga terima kasih buat guru-guruku, Ra Musthafa, Ra Faizi, Ra Zammiel, Edu, dan lainnya atas ilmu yang pernah diberikan kepadaku.