Wednesday 7 December 2011

MENULIS ADALAH PROSES KEABADIAN

Malam ini gerimis tebal menyelimuti sebagian besar kota Surabaya. Membuat semua orang enggan untuk beranjak dari suasana hangat rumah atau kamar mereka. Begitu pula yang saya rasakan malam ini di kamar kos saya, sedangkan hasrat saya pada makanan atau makanan yang serba hangat sudah tak tertahan lagi padahal beberapa menit sebelumnya saya sudah menyantap sebungkus nasi.
Tak lama setelah itu gerimis pun berubah menjadi tipis. Tanpa basa-basi lagi saya mengajak keluar Izzy, teman lama saya sewaktu di pondok yang kebetulan selama dua hari terakhir berada di tempat saya karena ada tes seleksi wartawan di sebuah koran harian yang ada di Surabaya. Karena alasan perut kami sudah kenyang tetapi kami masih berhasrat pada minuman hangat, maka kami memutuskan untuk duduk saja di warung kopi tak jauh dari kos saya.
Sambil lalu memesan secangkir kopi dan Energen sereal favorit saya, saya dan Izzi memulai perbincangan dan cerita-cerita tentang hal-hal yang terjadi di kehidupan kami. Dulu sewaktu kami masih sama-sama di pondok, berbagi cerita atau cangkrukan bersamanya cukup sering saya lakukan karena memang kami cukup dekat dan sama punya hobi yang sama yaitu NULIS.
Nah, karena itu pula saat itu terbersit dalam benak saya untuk ‘curhat’ tentang ‘nasib’ tulisan saya yang beberapa bulan terakhir sulit untuk lahir dan bergentayangan di dunia ini. Pada Izzy saya ceritakan kalau saya saat ini terlalu sering membuang ide yang ada di otak saya dengan alasan tidak ada waktu atau tidak mood untuk nulis. Dia pun bilang bahwa alasan seperti itu seharusnya tidak menjadi kendala untuk tidak menulis karena, menurutnya, hal seperti itu bisa disiasati dengan mudah asalkan kita punya semangat dan kemauan besar untuk tetap nulis dan berkarya.
Bahkan menurutnya, jika seandainya dengan menulis surat cinta atau puisi berisi rayuan kepada pacar orang lain bisa membuat kita lebih bersemangat untuk nulis tiap hari dan eksis dalam dunia tulis-menulis, hal itu sah-sah saja. Karena menurutnya bukan isi dari tulisan itu yang penting melainkan dengan alasan mau diberikan pada perempuan itu kita bisa tetap semangat untuk nulis. “Cari saja hal yang paling gila dan tidak masuk akal yang bisa membuatmu tetap semangat dan konsisten dalam menulis. Jika itu memang satu-satunya cara buat kamu tetap bertahan dengan tulisan kamu,” ujarnya.
Memang terkadang banyak penulis yang mendapatkan banyak inspirasi dari seorang wanita, hal itu juga diakui oleh Izzy. Saat itu terlintas di benak saya seorang wanita yang beberapa waktu terakhir mengisi hati saya. Tetapi karena beberapa hal saat ini saya jauh darinya. “Mungkin karena aku jauh dari dia aku tak bisa dapet banyak inspirasi,” tersirat dalam benak saya.
Di akhir perbincangan karena kopi dan energen pesanan kami telah habis tak bersisa, Izzy mengatakan bahwa tanpa tulisannya, tokoh-tokoh ilmu pengetahuan seperti Plato, Karl Max, Al Ghazali, As Syafi’ie dan yang lainnya tak mungkin bisa kita kenal saat ini. Karena menurutnya menulis merupakan awal dari proses keabadian kita.
Dan inti dari semuanya adalah komitmen kita untuk menulis.


0 comments: