Sunday 25 July 2010

UANG

Uang. Dilihat dari jumlah hurufnya yang hanya empat huruf tentu mudah diingat dan diucapkan. Uang dalam ilmu ekonomi tradisional didefinisikan sebagai setiap alat tukar yang dapat diterima secara umum. Alat tukar itu dapat berupa benda apapun yang dapat diterima oleh setiap orang di masyarakat dalam proses pertukaran barang dan jasa. Dalam ilmu ekonomi modern, uang didefinisikan sebagai sesuatu yang tersedia dan secara umum diterima sebagai alat pembayaran bagi pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta kekayaan berharga lainnya serta untuk pembayaran utang. Beberapa ahli juga menyebutkan fungsi uang sebagai alat penunda pembayaran.
Keberadaan uang menyediakan alternatif transaksi yang lebih mudah daripada barter yang lebih kompleks, tidak efisien, dan kurang cocok digunakan dalam sistem ekonomi modern karena membutuhkan orang yang memiliki keinginan yang sama untuk melakukan pertukaran dan juga kesulitan dalam penentuan nilai. Efisiensi yang didapatkan dengan menggunakan uang pada akhirnya akan mendorong perdagangan dan pembagian tenaga kerja yang kemudian akan meningkatkan produktifitas dan kemakmuran.
Namun, siapa sangka uang yang telah membantu manusia untuk bertransaksi dalam sistem ekonomi telah membuat orang-orang gila. Baik gila dalam arti sesungguhnya ataupun gila yang dimaksudkan untuk perumpamaan. Saat ini banyak di sekitar kita orang-orang yang rela melakukan apapun, menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang.
Tidak jarang yang menikam saudaranya sendiri hanya gara-gara uang. Seperti kasus pembunuhan yang beberapa waktu lalu saya saksikan di salah satu stasiun TV swasta, yang dalam tanyangan tersebut dijelaskan bahwa motif tersangka membunuh saudaranya hanya gara-gara harta warisan. Hanya gara-gara uang. Ada juga yang dengan rela memperjualkan agama hanya untuk mendapatkan honor atau upah atau singkatnya uang. Hal ini terjadi pada beberapa artis kita di Indonesia ini. Mereka yang beragama non-Islam berakting sebagai Muslim dan orang Muslim berakting sebagai orang non-Muslim hanya untuk satu tujuan yaitu uang. Padahal hal seperti itu bagi orang muslim yang benar-benar menganut ajaran Islam dengan sungguh-sungguh adalah salah satu ciri kufur fil ‘amal (Kafir secara perbuatan) yang termasuk dosa besar. Meskipun dengan alasan apapun.
Mereka yang seperti itu oleh orang Madura disebut dengan Biruh Matah atau dalam bahasa Indonesianya Hijau Mata. Sebuah sendiran yang ditunjukkan kepada seseorang yang di benak dan semua apa yang dia kerjakan hanya memiliki satu tujuan, yaitu uang.
Sekarang ini, segala sesuatu di Negara kita ini diukur dengan uang tanpa terkecuali. Jangankan di kota, di desa saya di pedalaman Madura uang sudah menjadi suatu ukuran. Salah satu contohnya adalah ketika masyarakat di sana mau mengurus surat-surat. Mulai dari Kartu Keluarga (KK), Surat Keterangan Kelakuan Baik (SKKB) hingga Surat Keterangan Keluarga Kurang Mampu harus ada uangnya dulu baru proses pembuatan surat-surat tersebut akan dikerjakan atau setidaknya proses akan berjalan lebih cepat. Sungguh sebuah ironi.
Tidak hanya itu, untuk mendapatkan pendidikan layak pun harus diukur dengan uang. Jika tak punya uang maka jangan berharap masuk sekolah yang fasilitas pendidikannya cukup lengkap atau bahkan tidak masuk sekolah sama sekali. Padahal saat ini sudah ada program Pemerintah wajib belajar Sembilan tahun yang semuanya sudah dibiayai oleh pemerintah. Telah banyak buktinya dari kasus seperti itu. Baru-baru ini kita mendegar sebuah kasus bunuh diri yang dilakukan seorang bocah karena dia frustasi orang tuanya tidak mampu menyekolahkannya. Kasus ini ditayangkan oleh beberapa stasiun TV swasta.
Saat orang tua anak tersebut dikonfirmasi oleh para wartawan tentang hal itu, dia menjawab meskipun saat ini sekolah sudah gratis tapi sekolah anaknya masih meminta pungutan dengan alasan keuangan buku, pembangunan dan lain-lain.
Sungguh saat ini uang telah menjadi tujuan utama kehidupan masyarakat Indonesia. Dan hal itu tidak dapat dipungkiri. Di manapun kita berpijak disitu pula kita harus berhubungan dengan uang. Di kota besar seperti Surabaya juga seperti itu. Dari makan, minum sampai buang air sekalipun harus menggunakan uang. Dan saya pun tidak memungkiri bahwa sekarang ini sangat jarang orang yang tida biruh matah karena melihat uang. Oleh karena itulah tulisan ini ada.


0 comments: