Tak banyak yang tau jika
di Madura terdapat sebuah Vihara yang umurnya lebih dari tiga abad. Vihara
Avalokitesvara namanya. Tempat ibadah agama Budha terbesar yang ada di pulau
garam tesebut.
Masyarakat
mengenal Madura dengan pemeluk agama Islam yang fanatik. Tak jarang orang luar
Madura datang ke pulau yang terkenal dengan karapan sapinya itu untuk belajar
tentang ilmu agama Islam. Namun, tak semua orang tahu, jauh sebelum Islam masuk
di Madura, agama Budha sudah terlebih dahulu menginjakkan kakinya di pulau itu.
Ya, Vihara
Avalokitesvara menjadi saksi sejarah agama Budha di Madura. Vihara yang
memiliki nama lain Klenteng Kwan Im Kiong ini terletak di Dusun Candi, Desa
Polagan, Kecamatan Galis, Kabupaten Pamekasan. Sekitar 14 kilometer di sebelah
timur Kota Pamekasan.
Seperti yang
diceritakan Kosala Mahinda, ketua pengurus Yayasan Candi Bodhi Dharma, Vihara
yang dikelola Yayasannya ini telah dibangun sejak abad ke-14 masehi. Kala itu,
kerajaan Jamburingin, kerajaan Buddhist di daerah Proppo Pamekasan, berniat mendirikan
candi yang akan dibangun di pusat kerajaan.
Karena
kerajaan Jamburingin merupakan kerajaan kecil di bawah kekuasaan Majapahit,
Majapahit pun membantu pembangunan candi tersebut dengan mengirim arca-arca
yang melalui pelabuhan Talang. Dari pelabuhan Talang, arca-arca tersebut
diangkut dengan kereta kuda. Akan tetapi, pengiriman arca-arca tersebut gagal karena
kereta kuda tidak mampu menahan bebannnya. Akhirnya, arca-arca itu terlantar di
tepi pantai hingga tertimbun tanah.
Sekitar abad
ke-17 Masehi, seorang petani bernama Pak Burung tanpa sengaja menemukan
arca-arca tersebut saat mencangkul ladangnya di sekitar Pantai Talang.
Kebetulan, tak jauh dari ladang itu bermukim beberapa keluarga keturunan China
yang kemudian membeli ladang yang terdapat arca-arca tersebut. Setelah
dibersihkan, ternyata arca-arca tersebut adalah arca-arca Buddha versi
Majapahit aliran Mahayana yang banyak penganutnya di negeri China.
Salah satu arca
yang ditemukan, adalah arca Avalokitesvara Bodhisatva atau Kwan Im Posat. Dewi
Welas Asih yang selalu bersifat penolong dan pengayom. Arca tersebut berukuran
tinggi 155 cm, tebal tengah 36 cm dan tebal bawah 59 cm. Arca lainnya,
Amogasidha, Kencono Wungu, dan Ratna Sambhava (Sam Po Hud), semuanya terbuat
dari batu hitam (andesit) yang saat ini telah diwarnai kuning keemasan.
Tempat
ditemukannya arca-arca itu pun diberi nama Dusun Candi. Lalu, di dusun itu pula
dibangunlah bangunan sederhana untuk menampung arca-arca tersebut. Bangunan
sederhana inilah yang kemudian diberi nama Vihara Avalokitesvara (Kwan Im
Kiong). Seiring perkembangan zaman, bangunan ini pun terus direnovasi dan
diperbaharui hingga menjadi bangunan megah dengan arsitektur china yang menjadi
corak utamanya.
Tempat Ibadah dan Wisata
Sebagai
vihara terbesar di Pulau Madura, Vihara Avalokitesvara memiliki fasilitas
peribadatan agama Budha cukup lengkap. Antaranya, lain, altar Thian Kong berada
di depan setelah pintu masuk halaman, lalu altar Kwan Im Thang yang berada di
bangunan tengah, dan altar Avalokitesvara (Kwan Im Posat), altar utama yang
merupakan peninggalan Kerajaan Majapahit.
Selain
altar-altar, dalam kompleks Vihara Avalokitesvara juga terdapat beberapa
bangunan yang juga menjadi tempat beribadah para umat Budha. Antaranya, Li
Thang dipakai untuk altar pemujaan terhadap Nabi Kong Hu Cu dan Nabi Lao Cu,
Tian Cin (Gedung Agung) digunakan untuk altar pemujaan Kwan Kong Jai Shen Ya
dan Hok Tek Cin Sin (Dewa), dan Dhamma Sala berbentuk bangunan mirip candi
berwarna hitam yang digunakan sebagai altar Sakya Munni Buddha Gautama. Serta tempat
tinggal para Bhikku yang dinamakan Kuti.
Arsitektur
china yang mendominasi setiap sudut bangunan vihara ini dilengkapi dengan
adanya dua pagoda yang menjulang tinggi mengapit pintu masuk ke altar. Kedua
pagoda yang didominasi warna merah menambah kemegahan vihara ini dengan ketujuh
susunan ruas (lantai) ke atasnya.
Lebih dari
itu, Vihara Avalokitesvara tidak hanya memiliki keindahan dan kemegahan pada
bangunannya saja. Pesona alam yang indah di sekitarnya menambah nilainya untuk
menjadi tempat ibadah sekaligus wisata. Ya, letaknya yang berdekatan dengan
pantai Talangsiring memberikan nilai plus. Terlebih lagi, sebelum memasuki
kompleks Vihara, para pengunjung disuguhi hutan mangrove yang mampu meneduhkan
pandangan.
Tak heran,
banyak para pengunjung yang datang ke vihara ini yang juga menyempatkan diri
berwisata ke pantai Talangsiring. Sebaliknya, tak sedikit pula para wisatawan
yang datang ke pantai Talangsiring, berkunjung ke Vihara Avalokitesvara.
“Yang datang
ke sini tidak hanya orang Budha saja. Tapi ada juga orang Islam. Biasanya kalau
bukan orang Budha tujuannya wisata saja. Foto-foto atau sekedar ingin tahu
sejarah vihara ini,” jelas Kosala Mahinda.
Biasanya,
pengunjung akan ramai datang ke vihara ini pada hari libur. Seperti akhir pekan
atau hari libur nasional. Bahkan, vihara Avlokitesvara akan lebih ramai saat
liburan Idul Fitri yang merupakan hari raya bagi umat Islam. Tak jarang
wisatawan yang tujuan utamanya ke pantai Talangsiring juga menyempatkan diri
datang ke Vihara dalam rangka berwisata.
Akomodir Dua Agama, Dapatkan Dua Rekor MURI
Pada
umumnya, dalam kompleks bangunan vihara hanya ada tempat beribadah untuk umat
Budha saja. Namun, vihara Avalokitesvara tidak begitu. Dalam kompleks vihara
ini terdapat tempat ibadah agama lain selain budha, yaitu Musholla bagi umat
Islam dan Pura bagi umat Hindu.
Menurut Kosala
Mahinda, ketua pengurus Yayasan Candi Bodhi Dharma, pengelola Vihara Avalokitesvara,
musholla ini memang sudah ada sejak zaman dulu. “Karena di madura di setiap
rumah keluarga Madura pada zaman dahulu umumnya terdapat langgar (musholla),”
terangnya.
Lebih
lanjut, Kosala menambahkan, keberadaan dua tempat ibadah dari agama lain ini
merupakan salah satu bentuk ekspresi pengelola vihara Avalokitesvara dalam
menjalankan pesan Bhinneka Tunggal Ika yang tertuang dalam dasar Negara
Indonesia, Pancasila. Karena bagi Kosala Mahinda, keberagaman dan kemajemukan
masyarakat Indonesia merupakan sebuah keindahan yang perlu dijaga kerukunan dan
kelestariannya.
Terlebih
lagi, yang datang untuk mengunjungi vihara Avalokitesvara tidak melulu umat
Budha saja. Melainkan banyak dari agama lain seperti Islam dan Hindu, yang
tujuan kedatangannya untuk wisata dan mengetahui sejarah vihara Avlokitesvara.
Lantaran keunikan
inilah Vihara Avalokitesvara mendapatkan penghargaan dari MURI (Museum Rekor
Dunia Indonesia) pada 8 Agustus 2009 sebagai vihara terunik. Karena di dalamnya
terdapat temat ibadah agama lain, yaitu musholla (Islam) dan pura (Hindu).
Tidak hanya
satu rekor MURI saja yang dipecahkan Vihara Avalokitesvara. Pada waktu yang
bersamaan vihara ini juga mendapatkan penghargaan rekor MURI yang lain sebagai
pemrakarsa dan pelaksana pagelaran wayang kulit dengan pemain pendukung berasal
dari 10 negara.
Tulisan ini dimuat di Majalah DERAP DESA, Edisi 79 Mei 2014