Monday, 14 December 2009

MENCARI NURANI PARA TIKUS

Seperti yang kita ketahui bersama tikus merupakan hewan yang identik dengan sesuatu yang kotor, sampah atau kolong jembatan yang mempunyai sifat serakah, tidak mau kalah dan hanya memikirkan dirinya sendiri. Namun saat ini, muncul species baru dari tikus, yaitu yang tidak lagi identik dengan kotoran, species ini kebalikan dari tikus pada umumnya, mereka berpakaian rapi, bersih, berdasi, dan mengendarai mobil bagus. Sarangnya pun tak lagi di kolong jembatan atau tempat sampah ataupun tempat-tempat kotor lainnya, melain sebuah bangunan mewah yang mirip istiwa yang dipenuhi fasilitas-fasilitas serba mewah dan aksesoris-aksesoris terbaru. Tapi ada satu kesamaan dengan tikus pada umumnya yang melekat pada species ini, yaitu sifatnya. Sifat serakah, tak mau kalah, dan mementingkan diri sendiri. Sifat inilah yang menjadi cirri khasnya.
Kita tidak perlu menyusuri tempat kotor atau tempat sampah untuk menemukan mereka. Kita hanya perlu membaca Koran dan menonton televisi setiap hari, pasti kita akan menemukan mereka. Karena mereka adalah para manusia yang mungkin sering kita dengar namanya, bahkan mungkin bisa jadi salah satu dari mereka merupakan orang terkenal yang sudah setiap hari kita temui di televisi dan Koran karena kepintarannya. Species ini dalam bahasa orang-orang pintar atau bahasa kerennya ‘koruptor’. Mereka telah menyebar di sekitar kita. Jadi, para pembaca untuk tidak heran jika bertemu dengan mereka.
Peringatan hari anti korupsi se-dunia yang diperingati oleh para mahasiswa dan aktivis seluruh tanah air dengan demo serentak pada tanggal 9 Desember kemarin seharusnya menjadi hari introspeksi bagi mereka. Seharusnya mereka yang saat ini sedang bersembunyi di balik gedung bertingkat nan penuh kemewahan tersebut menyadari betapa kecewanya masyarakat terutama mereka kaum bawah yang selalu termaginalkan dengan sikap mereka yang seenaknya dan tidak pernah memikirkan rakyat bawah.
Sebenarnya jika mereka mau berpikir lebih panjang dan mau memperhatikan rakyat bawah, melirik anak-anak yang harus rela mengamen dan menjadi pedagang asongan karena tidak punya biaya untuk meneruskan pendidikannya, pastinya mereka akan sadar bahwa uang yang telah mereka gunakan untuk memuaskan nafsu mereka bukan hak mereka, melainkan milik rakyat yang pada saat yang sama sedang meringis menahan rasa sakit karena terlalu lama perut mereka tidak disentuh makanan, dan pengamen-pengamen kecil yang sedang dibentak-bentak seseorang karena orang itu merasa terganggu dengan mereka, sedang jauh dilubuk hati para pengamen itu ada rasa untuk mengenyam pendidikan yang layak seperti anak-anak pada umumnya agar tak ada lagi hinaan dan cacian yang dilontarkan padanya.
Bukti kongkrit yang bisa kita ambil dari hal itu sebenarnya tidak harus jauh-jauh sampai ke ibu kota. Kita lihat saja di provinsi kita tercinta yaitu Jawa Timur, menurut harian Surya (10/12/2009) melansir bahwa kota terkorup di Jawa Timur adalah kota Surabaya dengan kerugian mencapai Rp. 439 miliar yang rata-rata uang tersebut dikorupsi dari APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah). Dengan jumlah yang sedemikian besar, bisa kita bayangkan apa yang bisa kita dapatkan dan kita perbuat dengan uang tersebut. Dan jika uang yang sedemikian banyak itu kita pergunakan untuk membiayai anak-anak tidak mampu untuk melanjutkan pendidikan mereka, tentunya beratus-ratus anak yang akan mendapatkan pendidikan yang serta menjadi generasi bangsa yang dapat diandalkan. Ironisnya, jumlah tersebut hanya untuk kota Surabaya saja, bukan jumlah keseluruhan di provinsi Jawa Timur terlebih lagi hanya kasus yang masuk ke pengadilan saja, belum termasuk kasus yang tak terungkap. Sungguh tak bisa dibayangkan.
Andai saja uang itu tidak dikorupsi dan digunakan untuk memuaskan nafsu tikus-tikus yang bersarang di gedung-gedung kantor itu penulis yakin anak-anak jalanan yang sering kita temui di pinggir jalan dan pengamen-pengamen yang seringkali mengusik ketenangan kita pun juga tak akan lagi berkeliaran. Kerena dengan adanya uang tersebut mereka bisa mendapatkan pendidikan, pekerjaan, dan tempat tinggal yang layak.

Intinya Adalah Kesadaran
Menurut penelitian Transperency International tentang tingkat korupsi di dunia, Indonesia pada Nopember 2009 menempati peringkat ke-111, naik 15 belas peringkat dari peringkat sebelumnya yaitu peringkat ke-126. Fakta tersebut menjadi bukti bahwa semakin hari korupsi di Indonesia semakin meningkat bukan menurun.
Sebenarnya penyebab utama dari hal ini sangat sederhana sakali, yaitu kesadaran dalam diri mereka. Namun hal yang sederhana seakan tidak berarti di mata mereka kerena segumpal nafsu telah menutup nurani mereka dan membunuh kesadaran yang bersemayam di dalamnya.
Menurut Imam Al Ghazali, orang yang hati nuraninya telah tertutup nafsu, sangat sulit baginya untuk melihat kebenaran. Yang ada dalam pikirannya hanyalah bagaimana mereka bisa memuaskan nafsunya saja tanpa berpikir dampak yang disebabkannya setelah itu.
Perlu diakui memang, kesadaran yang ada dalam diri setiap manusia sangatlah penting, karena tanpa kesadaran perbuatan seorang manusia tidak pernah bermanfaat bahkan akan merugikan orang lain. Namun kesadaran yang dimaksud di sini bukanlah kesadaran dalam arti fisik saja, tapi kesadaran dalam arti batin. Yang mana kesadaran itu timbul dari hati nurani yang kemudian akan mendorong manusia untuk berpikir apakah yang dia perbuat itu akan merugikan orang lain atau tidak, apakah ia hanya memuaskan nafsunya ataukah ia ingin dirinya berguna bagi orang lain.
Kesadaran yang seperti itulah yang seharusnya ada dalam setiap diri mereka para tikus itu. Karena dengan hal itu sifat ketikusan dalam dirinya akan hilang dan tidak lagi menjadi siluman tikus pemakan uang rakyat dan negara akan aman dari pencuri seperti mereka yang kemudian menjadikan rakyat makmur serta negara tercinta memiliki generasi-generasi yang cakap yang akan membawa Indonesia kepada masa depan yang lebih cerah.


0 comments: