Desa Lenteng
Barat, Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep adalah sentra para pandai besi di
Sumenep dan Madura. Terbukti keris, celurit, dan pisau buatan Lenteng Barat
memiliki kualitas terbaik.
Kamis 31 Oktober 2013, Sumenep mendeklarasikan
diri sebagai kota keris. Pendeklarisian ini didasari dua hal; Pertama, terdapat
lebih dari 554 empu keris di Sumenep. Kedua, keris-keris yang dihasilkan telah
diakui UNESCO. Pengakuan UNESCO
(United Nation Education, Scientific and Cultural Organization) tentu tak lepas
dari kegigihan dan konsistensi para empu keris dan pandai besi yang berada di Kota
Sumenep. Tak dipungkiri hingga saat ini Sumenep menjadi ‘gudang’ para pandai
besi di Jawa Timur, bahkan di Indonesia.
Para pandai
besi di Sumenep tersebar di berbagai penjuru kabupaten. Salah satunya Desa
Lenteng Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep, desa yang terkenal sebagai
kampung para pandai besi. Dari persentase jumlahnya, para pandai besi di Desa
Lenteng Barat mencapai 30% dari jumlah penduduk 11.354 jiwa. Jumlah itu
tersebar di tujuh Dusun, yaitu Jambu Monyet, Padanan, Tarebung, Gunung Malang
Barat, Gunung Malang Timur, Bindung, dan Angsanah.
Dari tujuh
dusun tersebut terdapat satu dusun yang menjadi sentral para pandai besi, yaitu
Dusun Jambu Monyet yang kemudian dikenal sebagai ‘Kampung Pandhian’. Kata
‘Pandhian’ diambil dari bahasa Madura pandhi dengan asal kata mandhi yang
artinya menempa besi. Sedangkan pandhian sendiri berarti tempat menempa
besi. Kampung Pandhian ini memiliki mayoritas penduduk yang menjadi
pandai besi, baik menjadi bos, atau hanya sekedar jadi kuli pukul.
Menurut Kepala
Desa Lenteng Barat, Dororul A’la, meski mayoritas penduduk Desa Lenteng Barat
terutama di Kampung Pandhian tercatat sebagai masyarakat agraris dan peternak,
pekerjaan utama mereka tetap pandai besi atau mandhi. Kegiatan bercocok
tanam dan beternak lebih sering mereka lakukan secara musiman saja seperti pada
musim tanam tembakau atau jagung.
“Bagi sebagian
orang di sana (kampung pandhian, red), bertani hanya mereka lakukan
musiman saja karena mereka lebih sering mandhi, dan kalau pun mereka
bertani yang mengurus tani mereka itu istrinya,” jelas Dorol, sapaan akrab
Dororul A’la.
“Orang-orang
itu banyak bilang kalau mau mencari pisau, celurit, atau cangkul yang tajam dan
bagus, maka cari di Lenteng Barat,” tambah Dorol dengan logat Madura yang
kental.
Hal senada juga
dikatakan Mudahra, salah satu pandai besi di Kampung Pandhian. Ia
mengaku, hasil tani yang ia tanam lebih banyak untuk kebutuhan dapur saja atau
dimakan sendiri tidak dijual.
Sedangkan dari
hasil menempa besi Ia alokasikan untuk kebutuhan luar dapur seperti biaya
sekolah anaknya, bayar listrik, dan lainnya. “Hasil tani itu kan musiman, baru
kalau panen hasilnya bisa diketahui. Berbeda dengan mandhi yang tiap
hari pasti ada,” selorohnya saat ditemui di sela-sela kesibukannya menempa besi
yang akan dibuat celurit dan pisau.
Dalam sebulan,
hasil dari usaha pandhi bisa mencapai dua juta rupiah. “Paling sedikit
sih sekitar satu juta setengah, tapi belum dikurangi modal dan upah kuli
pukulnya. Kalau bersihnya kadang-kadang saya dapat 800an,” jelas Mudahra pandai
besi yang hanya membuat celurit dan alat-alat pertanian seperti cangkul, pisau,
dan linggis.
Sedangkan
menurut pengakuan Romli, pandai besi yang hanya menempa besi untuk membuat
senjata pusaka seperti keris dan celurit pusaka, penghasilannya dari mandhi bulan
juga sekitar dua juta lebih. “Ya jumlahnya segitu dalam satu bulan. Kalau
bersihnya mungkin sekitar satu juta. Bisa lebih banyak kalau ada yang mesen celurit
sekep (pusaka, red),” jelasnya.
Tanah Kelahiran Keris dan Celurit
Lenteng Barat
merupakan salah satu tanah kelahiran para Empu keris di Sumenep. Tercatat, 40
orang empu keris di Lenteng Barat. Salah satu dari 40 orang tersebut adalah
Fadali. Pria berusia 41 tahun ini adalah satu pembuat keris terbaik di Desa
Lenteng Barat. Keris hasil buatannya sudah tersebar di berbagai belahan
Indonesia seperti Jakarta, Bali, Kalimantan dan lainnya.
Setiap bulan ia
bisa menghasilkan 5-10 keris, tergantung kualitasnya. “Tergantung barangnya.
Kalau yang ‘pamor’ (motif, gambar pada keris, red) dan bahannya bagus ya
lebih lama buatnya. Karena keris kan ndak sama dengan celurit atau
pisau,” ungkap Fadali sambil mengelap keringat yang bercucuran di wajahnya akibat
hawa panas tungku pembakaran besi di sebelahnya.
Hal senada juga
disampaikan oleh Romli, pria berkulit sawo mateng ini menuturkan, selain keris
ia juga membuat celurit sekep (pusaka) yang juga memiliki pamor. “Kalau
celurit sekep kadang paling sedikit delapan buah. Tergantung banyaknya
pesanan. Kalau orang ke saya lebih banyak yang mesen celurit ketimbang
keris,” terang Romli.
Terkait ciri
khas keris dan celurit buatan pandai besi Desa Lenteng Barat Romli menuturkan,
keris buatan buatan Lenteng Barat memiliki tiga lima gelombang dan panjang dari
30-50 cm. “Yang sering dibuat sih yang 30 cm, soalnya itu lumrahnya ukuran
keris. Kalau celurit sekep tak ada bedanya dengan buatan desa lain, cuma
kalau buatan sini ada pamornya,” terangnya.
Sedangkan untuk
pemasarannya, menurut Fadali, hampir keseluruhan keris buatan Lenteng Barat
lebih banyak dibeli sebelum benar-benar selesai, atau masih mentah dengan pamor
yang belum halus. Sehingga keris dari Lenteng Barat kurang dikenal lantaran
yang memperhalus atau abharangin pamor kerisnya bukan orang Lenteng
Barat atau si Empu kerisnya sendiri melainkan desa lain seperti desa Aeng
Tongtong di Kecamatan Bluto. Berbeda dengan Celurit sekep yang memang pamornya
dihaluskan dan dijual oleh pandhinya sendiri ke pasar atau pembeli
datang ke rumah mereka.
DATA DESA
Kepala Desa : Dororul A’la
Ketua BPD : Sunarwi
Sekretaris Desa :
Slamet Prayogi
Jumlah Penduduk : 11.354
jiwa
Laki-Laki :
5.519 Jiwa
Perempuan : 5.835
Jiwa
Luas Desa :
1.100,41 Ha
Batas Utara Desa : Desa
Ellak Laok, Kec. Lenteng & Desa Gadu Timur, Kec. Ganding
Batas Timur Desa : Desa
Lembung Barat Kec. Lenteng
Batas Selatan Desa : Desa
Bilapora Rebba, Desa Bilapora Barat, Desa Bilapora Timur
Batas
Barat Desa : Desa Ganding &
Desa Gadu TimurTulisan ini dimuat di Majalah DERAP DESA, Edisi 76 Februari 2014