Monday 25 July 2011

Sahabatku

Sahabat, sebuah istilah atau sebutan buat dua orang manusia yang sangat akrab dan saling mengerti, saling memahami, saling tolong-menolong, dan selalu ada saat dibutuhkan untuk sahabatnya. Sahabat, sebuah julukan atau predikat yang diberikan kepada seorang teman yang sudah dianggap dekat, akrab dan mengerti dengan dirinya.
Bagiku sendiri, sangat jarang aku berikan predikat seorang sahabat pada temanku kecuali ia sudah benar-benar dekat denganku, mengerti aku, selalu ada saat aku butuhkan, dan selalu nyambung saat dia ngobrol denganku. Seorang sahabat bagiku lebih berharga dan lebih penting dari seorang kekasih, aku tak pernah besedih begitu dalam saat aku kehilangan kekasihku, tapi jika aku kehilangan sahabatku sedihku tak akan terkira meski hal itu tak pernah diketahui orang lain. Karena bagiku, menurutku, tidak ada istilah ‘mantan sahabat’ dalam hidup, namun jika ‘mantan kekasih’ atau ‘mantan pacar’ atau bahkan pula ‘mantan istri’ pasti ada dan sangat banyak.
Sahabat, di dalam kehidupan kita tentunya sering ditemukan istilah itu, bahkan sering kita sebutkan. Cerita tentang persahabatan pun sering banyak kita temukan, di film, novel, komik, dan lainnya. Sekarang, saat aku menulis oretan ini, aku tengah diuji oleh Tuhan atas kesabaranku dan keteguhanku untuk mempertahankan persahabatanku dengan seorang cewek yang anggap saja namanya Yeza.
Awal aku mengenalnya sudah sangat lama sekali, pada bulan Ramadlan tahun 2006. Saat itu aku dengannya hanya sebatas tahu saja, sebatas tahu nama dan wajah saja. Saat itu kita dipertemukan di sebuah kegiatan kursus bahasa untuk mengisi liburan pondok. Sejak saat itu aku tahu dia, tapi hanya sebatas tahu, tak pernah kita ketemu lagi setelah kegiatan itu. Hanya sesekali aku melihatnya turun dari mobilnya saat dia diantarkan ke sekolahnya yang ada di pondokku. Saat itu, tak pernah terbayang sedikit pun dalam benakku dia dan aku bisa jadi sahabat.
Justru persahabatan kami berawal akhir tahun 2010 kemarin, saat itu aku tengah mengikuti kegiatan organisasi untuk alumni pondokku dan kebetulan dia hadir. Nah, karena aku sudah tahu dia, tentu saja tidak etis jika aku tak menegurnya atau menyapanya. Tanpa kami kira sebelumnya keakraban kami dimulai. Keakraban pun diawali di dunia maya di sebuah jejaring sosial yang kemudian berlanjut ke dunia seluler atau Handphone. Kita sering sekali mengerim pesan, berbagi cerita tentang banyak hal. Termasuk hobi, kesukaan, buku, film, lagu, dan lainnya.
Setelah itu persahabatan kami berjalan seperti layaknya persahabatan yang lainnya. Saling berbagi, saling membutuhkan, saling menolong, dan tentunya saling bertemu. Tapi tak lama setelah itu, saat aku kehilangan pujaan hatiku yang aku inisialkan IWF, aku temukan sesuatu yang beda darinya. Sesuatu yang membuatku berdesir, membuatku gugup saat bertemu dengannya. Yah, makhluk liar yang sulit dijinakkan bernama ‘cinta’ telah hidup antara aku dan dia.
Tapi aku tahu, saat itu tak mungkin aku mengatakan padanya tentang keberadaan ‘makhluk’ itu. Karena dia sudah ada yang mengisi hatinya. Tapi karena rahasia itu tak bisa terlalu lama disimpan, dia pun tahu tentang hal itu dan dia menanggapinya dengan biasa. Saat itu dia memintaku tuk segera membunuh makhluk itu agar tak mengganggu. Namun, dalam hatiku enggan tuk membunuhnya, yang aku niatkan saat itu hanya tuk menjinakkannya saja agar bisa dikendalikan sesuai dengan kehendakku.
Makhluk itu pun mulai tak bisa bergerak dengan bebas. Apalagi ada isyarat kalau IWF bisa kembali padaku, makhluk itu bisa dibilang hampir mati. Karena itu pun aku dan Yeza kembali dengan leluasa bersahabat tanpa ada gangguan dari makhluk itu.
Tapi, keadaan itu tak berlangsung lama karena secara tiba-tiba IWF menjalin hubungan dengan orang lain yang secara tidak langsung memupuskan aku tuk kembali padanya. Dan keadaan itu pun kemudian aku curhatkan ke Yeza, seperti biasa dia mendengarkannya dan memberi banyak masukan dan saran padaku.
Keadaan mulai berubah saat liburan panjang kampus tiba, saat itu ada rasa rindu yang mendalam di hatiku pada Yeza karena kita tak lagi sering bertemu, dan rindu itu bukan rindu layaknya seorang sahabat. Saat itu aku sadar, makhluk liar itu belum mati, dia masih hidup dan sekarang mulai bangkit dan mengganngu persahabatanku dengan Yeza.
Betul, makhluk itu telah mengganggu. Suatu malam saat aku sedang sendiri, aku memutuskan tuk ceritakan semuanya padanya, tentang makhluk yang tak bisa aku bunuh itu. Saat dia tahu bahwa makhluk itu masih hidup, dia diam seribu bahasa, diSMS dan ditelepon tak ada respon darinya. Dia kecewa dan kekecewaannya dia ungkapkan dengan diam. Aku pun tersadar kalau ini adalah murni kesalahanku yang membiarkan makhluk itu hidup, bukan aku bunuh malah dijinakkan. Ah, sekarang persahabatan aku dengan Yeza seperti tak ada kejelasan, dia diam.
Meski semalam aku sempat merasakan dia mulai kembali dengan kekakuan, tapi hari ini dia jauh lagi. Seperti bukan sahabatku, seperti tak pernah akrab denganku. Dia dingin lagi.
Aku tersadar, bahwa betapa berartinya seorang sahabat sepertinya bagiku, dia yang selalu mendengarkan semua curhatanku, dia yang selalu memberiku senyuman saat aku sedang tak bisa tersenyum, dia yang selalu menjadi sahabat terbaik saat bercerita tentang buku-buku dan novel menarik seakan jauh dariku, seakan tak lagi berada di dunia yang sama denganku. Lalu tersirat dalam benakku takut kehilangannya, tapi aku tak boleh takut kehilangan karena saat aku memiliki sesuatu maka aku harus rela kehilangan. Begitu juga saat aku memiliki sahabat sepertinya maka aku juga harus kehilangannya jika itu adalah keputusannya akibat dari kesalahanku.
Tapi satu hal yang perlu aku ingat selamanya, bahwa tak ada istilah ‘mantan sahabat’ di dunia. Jadi meski dia tak lagi dekat denganku, dia tetap sahabatku.


Sunday 17 July 2011

PEREMPBUAN HUJAN

Kau datang saat gerimis
Tak lagi seanggun Cinderella

Saat itu, di mataku awan setengah kelabu
Dan di tanganku segelas cocktail berwarna darah
Sedang luka bakar sehabis tercebur
Lumpur panas ujung selatan kota pahlawan
Masih terasa perihnya

Saat kau datang, aku sedang menyaksikan
Tarian indah gelombang pantai mimpi
Di bawah jembatan tak berkaki

Wahai kau, wanita dengan paras pelangi
Dan senyum sesejuk hujan September
Tuk apa kau datang padaku
Jika sekejap lalu kau pergi
Bersama lelaki berlidah api
Tanpa kau dengar denting gitar surga
Yang selalu aku petik saat kau datang ke pantai biru

ingin sekali kuteguk sebotol vodka rasa strobery
Di tanganmu itu
Tapi tak kau izinkan karna itu akan kau berikan pada lelaki itu
Ah, betapa kau tak melihat begitu haus aku

Lalu kau beranjak begitu cepatnya
Hingga ombak tak lagi bisa mengejar langkahmu

Juli 2011